Friday, July 6, 2007

ENYA : MUSIK DARI SURGA


Lahir dengan nama Eithne Patricia Ní Bhraonáin (di-inggriskan menjadi Enya Brennan) pada tanggal 17 Mei 1961 di Gweedore (Gaoth Dobhair), County Donegal, Provinsi Ulster, Irlandia, pada sebuah keluarga pemusik sebagai anak keenam dari pasangan Leo Brennan (Leo Ó Braonáin) dan Baba Duggan (Baba Ní Dúgáin).
Kakek dan neneknya dahulu anggota sebuah band yang pernah menjelajahi seluruh Irlandia. Sedangkan ayahnya dahulu adalah pentolan sebuah band Irlandia bernama Slieve Foy Boy sebelum membuka usaha pub di Gweedore dan ibunya menjadi penari di dalam sebuah grup band sebelum kemudian mengajar Seni Musik di Gweedore Comprehensive School.
Enya memiliki empat saudara laki-laki dan empat saudara perempuan. Beberapa di antaranya membentuk sebuah band keluarga beraliran folk bernama An Clann As Dobhar pada tahun 1968 yang kemudian pada tahun 1970 berubah nama menjadi Clannad, yang beranggotakan saudara-saudaranya : Moya Brennan (Máire Ní Bhraonáin), Ciarán Brennan (Ciarán Ó Braonáin), Pól Brennan (Pól Ó Braonáin) serta dua orang pamannya yang kembar : Noel Duggan (Noel Ó Dúgáin) dan Pádraig Duggan (Pádraig Ó Dúgáin).
Pada tahun 1980, Enya bergabung dengan Clannad sebagai pemain keyboard dan backing vocal dan tampil dalam dua album Clannad yang berjudul Crann Úll (1980) dan Fuaim (1981) meskipun secara resmi ia bukanlah anggota grup band tersebut. Tetapi pada tahun 1982 sebelum Clannad menjadi terkenal dengan albumnya Theme From Harry’s Game, produser dan manajer Clannad, Nicky Ryan, keluar dari grup itu dan Enya pun bergabung dengannya untuk memulai karirnya sebagai penyanyi solo.


Selanjutnya Enya merekam dua buah lagu instrumental “An Ghaoth Ón Ghrian (The Solar Wind)” dan “Miss Clare Remembers” yang dirilis pada tahun 1983 dalam album Touch Travel. Dia mulai dikenal sebagai Enya (bukan Eithne) setelah menciptakan beberapa lagu untuk film The Frog Prince (1984) yang dirilis sebagai album soundtrack dengan judul yang sama.
Penampilannya yang lain adalah pada tahun 1987 ketika membacakan puisi (tidak menyanyi) dalam lagu Sinéad Ó Connor yang berjudul “Never Get Old” (album The Lion and The Cobra). Judul album tersebut merupakan terjemahan dari judul puisi yang dibacakan oleh Enya dengan bahasa Gaelic dari kitab Mazmur 91 : 11 – 13.
Pada tahun 1986, Enya dikontrak untuk mengerjakan soundtrack sebuah program documenter BBC yang berjudul The Celts, yang ditampilkan pada album solo self-titled perdananya, Enya (1987). Tetapi album ini tidak menarik perhatian masyarakat dan hanya mencapa angka penjualan 500.000 kopi.
Kemudian Enya membuat terobosan pada karirnya pada tahun 1988 dengan albumya Watermark yang menampilkan lagu hit “Orinoco Flow (Sail Away)” yang berhasil menempati posisi puncak tangga lagu di Inggris dan terjual lebh dar 8 juta kopi. Dalam album itu, Enya juga menyanyikan beberapa lagu berbahasa Gaelic, bahasa ibunya serta berbahasa Latin yaitu “Na Laetha Geal M’Oige” (The Great Day of My Life) dan “Cursum Perficio”. Album ini masuk di chart musik Amerika dan menempati peringkat 25.
Tiga tahun kemudan, ia merilis albumnya ketiganya, Shepherd Moons, yang terjual 10 juta kopi dan memenangkan Grammy Awardnya yang pertama untuk kategori genre musik New Age. Dan seperti biasa, ia membubuhkan lagu berbahasa Gaelic (yaitu “Smaointe”) dan Latin (“Afer Ventus”) dalam album itu. Selain itu Enya juga menampilkan komposisi instrumental ciptaanya “Lothlorien” yang mengacu pada cerita novel karya JRR Tolkien, The Lord of The Ring.
Kemudian lagu-lagunya sering dipakai sebagai soundtrack film. Lagu “On Your Shore” dan “Exile” (dari album Watermark) dan “Epona” (dari album Enya) tampil dalam film LA Story (1991). Lagu “Ebudae” (dari album Enya) juga menjadi soundtrack film garapan Robin Willams, Toys. Sedangkan film Green Card (1990) memakai lagu “River”, “Watermark” dan “Storms In Africa” (ketiganya dari album Watermark). Lagu “Book of Days” juga tampil dalam film Far and Away.
Enya merilis kembali album Enya-nya dengan judul baru The Celts yang memasukan versi panjang dari lagu “Portrait (Out of the Blue)” pada tahun 1992. Dan tiga tahun kemudian Enya merilis album baru The Memory of Trees (1995) yang memenangkan Grammy Award kedua untuknya. Dalam album ini selain single yang dijagokan yaitu “Anywhere Is”, juga dimasukkan lagu berbahasa Gaelic “Athair Ar Neamh” dan agu berbahasa Latin “Pax Deorum”.
Pada tahun 1996, sampel lagunya yang berjudul “Boadicea” (dari album The Celts) dipakai oleh The Fugees dalam lagu “Ready or Not” menimbulkan masalah karena grup band tersebut tidak meminta izin kepada Enya dan tidak mencantumkan credit title atas namanya.


Kemudian pada tahun 1997, Enya merilis album koleksi hits terbaiknya Paint The Sky With Stars : The Best of Enya, yang menampilkan dua lagu baru “Paint The Sky With Stars” dan “Only If…”. Pada tahun yang sama, Enya ditawari kesempatan mengerjakan score music untuk film Titanic, tetapi dibatalkan. Enya juga menemukan bahwa gaya bermusiknya telah dijiplak oleh seorang penyanyi Norwegia yang bernama Sissel Kyrkjebø meskipun ternyata Sissel secara resmi mengaku menjiplak gaya Clannad.
Setelah lima tahun break dari dunia rekaman, pada tahun 2000 Enya merilis album A Day Without Rain yang juga memenangkan Grammy Award. Album tersebut merupakan album tersukses dengan menempat peringkat 2 pada US Billboard Album chart. Lagunya hit-nya yang berjudul “Only Time”, menjadi soundtrack film Sweet November. Enya juga terlibat dalam pembuatan soundtrack film The Lord of The Ring : The Fellowship of the Ring (2001) dengan menampilkan lagu “May It Be” (yang dinyanyikan dalam bahasa Inggris dan Quenya, sebuah bahasa ciptaan JRR Tolkien) dan “Anirón”(dinyanyikan dalam bahasa Sindarin, bahasa ciptaan JRR Tolkien yang lain). Lagu “May It Be” dinominasikan sebagai Best Song pada Academy Award tahun 2002, tetapi dikalahkan oleh lagu milik Randy Newman “If I Didn’t Have You” yang menjadi soundtrack film Monster Inc.
Dan setelah tragedi serangan 11 Sepember 2001, lagunya yang berjudul “Only Time” digunakan sebagai backdrop untuk program berita di radio dan televisi yang melaporkan serangan tersebut. Kemudian Enya merilis kembali lagu “Only Time” khusus yang hasilnya disumbangkan untuk keluarga korban. Tetapi para pengemar Enya merasa kecewa sebab musik Enya telah diasosiasikan dengan perang sebab pada tahun 2002 daam program CNN Larry King Live, Enya tampil menyanyikan lagu “May It Be dengan background gambar peperangan di Afghanistan.
Enya semakin dikenal publik terutama saat seorang artis R&B, Mario Winnans, menggunakan lagu “Boadicea”, yang pernah bermasalah itu, sebagai score untuk lagunya yang berjudul “I Don’t Wanna Know” (yang juga menampilkan P Diddy). Lagu ini berhasil menduduki peringkat 2 di chart musik Amerika Hot 100 pada tahun 2004.
Pada September 2004, Enya menyanyikan lagu dengan syair berbahasa Jepang karya Roma Ryan berjudul “Sumiregusa” (Wild Violet) yang hanya dirilis di Jepang sebagai bagan dari kampanye promosi produk Panasonic. Perusahaan Rekaman Warner Music Japan menyatakan bahwa Enya akan merilis album terbarunya pada bulan November di Jepang tetapi situs resminya, www.enya.com, pada tanggal 19 September menyatakan bahwa pernyataan itu salah dan tidak ada album yang akan dirilis dalam waktu dekat.
Dan akhirnya pada November 2005 Enya merilis album Amarantine dengan lagu hit “Amarantine” dan memenangkan Grammy Award yang keempat untuknya untuk kategori Best New Age Album 2007. Penghargaan The World’s Best Selling Irish Act sebelumnya juga dianugerahkan kepadanya pada perhelatan World Music Awards di London pada tanggal 19 November 2006.


Pada album Amarantine, Enya memasukkan lagu berbahasa Jepangnya, “Sumiregusa” dan juga menyanyian beberapa lagu degan bahasa Loxian, sebuah bahasa ciptaan Roma Ryan dalam lagu “Less Than A Pearl” (Heah Viiya), “The River Sings” (Ea Hymm Llay Hey) dan “Water Shows the Hidden Heart” (Syoombrraya).
Selanjutnya pada Oktober 2006, Enya merilis beberapa album Natal dengan materi-materi lagu yang baru berjudul Sounds of The Season yang juga memasukkan lagu lamanya yang bersyair bahasa Gaelic, “Oíche Chiúin” (Silent Night), yang pernah dua kali dirilis yaitu dalam album The Christmas EP (1989) dan A Very Special Christmas (1997).
Enya sangat tertutup. Ia belum menikah dan memisahkan kehidupan pribadinya dari karir musiknya. Enya menghabiskan kurang lebih 500 ribu euro hanya untuk security system di rumahnya di Menderley Castle, Victoria Road Kiliney, County Dublin, Irlandia. Dia tercatat berada di peringkat 3 artis terkaya di Inggris dan Irlandia pada tahun 2006 dengan nilai kekayaan 109 juta euro (atau US$ 136 juta) dan menempatkannya pada peringkat 95 di The Sunday Times Rich List 2006 dari 250 orang Irlandia terkaya.
Enya menyukai kucing dan musisi favoritnya adalah komposer musik klasik Sergei Rachmaninoff. Semua komposisi lagu diciptakan oleh Enya, dinyanyikan dan dimainkan oleh Enya (dengan bantuan synthesizer) dan diproduseri oleh Nicky Ryan. Sementara itu Roma Ryan, istri Nicky Ryan menulis syair-syairnya dalam berbagai bahasa, yaitu : sebagian besar bahasa Inggris, beberapa bahasa Gaelic, Latin, Jepang dan Loxian, serta sedikit bahasa Perancis dan Spanyol.

Sumber : http://en.wikipedia.org, http://www.enya.com, http://www.enya.sk.

Sunday, June 24, 2007

BALADA AFI DAN IDOL

Kemanakah sekarang para kontestan AFI dan Idol setelah menang atau tereliminasi dari kontes-kontes itu?


Bisa dibilang yang 'sukses menyanyi' (rekaman dan punya album sendiri) cuma jawara-jawara IDOL. Lihat saja :
1. Joy (juara musim I) yang rekaman sendiri setelah keluar dari manajemen IDOL sesaat setelah dinobatkan sebagai idola Indonesia (bagai kacang lupa kulitnya)
2. Delon (runner up musim I) otomatis menggantikan posisi Joy sbg jawara. Album pertamanya lumayan lebih sukses daripada album Joy. Pernah juga main film VINA BILANG CINTA (aktingnya masih kaku)
3. Nania (juara 3 musim I) duet bareng Indra Lesmana dalam lagu SEDALAM CINTAMU. Indra sudah kadung janji bikin lagu dan duet bareng dia pada malam terakhir Nania berlaga di atas pentas IDOL sebelum terelimiasi.
4. Mike (juara musim II) albumnya ? (no comment deh... standard- kurang dari yang diharapkan)
5. Judika (runner up musim II) albumnya cukup bagus lebih bagus daripada Mike.
6. Firman (alias Gian, juara 3 musim II). Diketahui sekarang menggantikan posisi Bjah sebagai vokalis The Fly. Penampilannya cukup memukau dan cukup pantas menggantikan Bjah.
7. Ihsan (juara musim III) albumnya ? (no comment juga - standard)
8. Dirly (runner up musim III) baru selesai rekaman dan belum tahu deh kualitasnya.
9. Ghea (juara 3 musim III) bareng Dirly duet dalam albumnya Yovie yang berjudul KEMENANGAN HATI (yang seharusnya yang berhak menyanyikan lagu ini adalah Ihsan dan Dirly sebagai finalis IDOL tetapi kenapa Yovie, sang pencipta lagu memasukkannya sebagai bagian dari albumnya?)

Tetapi kemanakah juara-juara AFI? Semua jebolan AFI bisa dibilang tidak ada yang 'jadi penyanyi'. Jawara-jawaranya (Veri, Tia, Suta, dan siapa lagi yang aku nggak tahu karena habis musim III, aku males mengikuti perkembangan AFI) tidak ada yang bikin atau dibikinkan album. Mereka hanya bikin album keroyokan bareng kontestan-kontestan lain waktu kontes berlangsung. Padahal seharusnya (sesuai janji Indosiar), jawara-jawar AFI berhak dibikinkan album sendiri dari kontrak Sony BMG. Tetapi nyatanya mereka (para jebolan AFI) malah dialihkan ke bidang akting (dalam FTV atau Sinetron). Padahal tujuan mereka pertama masuk AFI adlah ikut kotes bakat nyanyi bukan kontes bakat akting.
Seharusnya anak-anak AFI bisa nuntut pihak manajeman Indosiar!!!!


Sebenarnya AFI termasuk lebih beruntung daripada IDOL. AFI mempunyai kontestan (bahkan jawara musim II) yang sudah matang bakat nyanyinya, yaitu Tia. Di mata masyarakat dan praktisi musik (bahkan Trie Utami atau Bertha dan Ubiet), Tia sangat hebat dan bisa jadi diva baru Indonesia. Tapi sampai saat ini, Tia belum kedengaran kabar rilis album pertamanya (padahal udah hampir empat tahun sejak dia dinobatkan jadi juara, katanya sih tahun 2008 mau bikin album).

Di saat masyarakat masih menunggu kemunculan kembali Tia dengan album barunya, yang duluan muncul adalah T2, dua orang alumni AFI 3 yang bukan jawara. Duo Tiwi dan Tika ini menempuh jalur penyanyi profesional setelah habis kontrak dengan Indosiar. Artinya album mereka tidak ada campur tangan dengan stasiun televisi tersebut. Usaha mereka untuk menjadi profesional, populer dan tetap eksis di belantika musik tanah air patut diacungi jempol meskipun sebagian orang mencibir musik mereka dan mengelompokkan mereka sebagai 'musik gurem'.



Tetapi berbeda dengan AFI, IDOL lebih konsekuen dalam menjanjikan dan menjadikan tiga besar masing-masing musim kontesnya sebagai penyanyi. Untuk jawara 1 dan 2 bikin album dan yang jawara 3 cuma rekaman saja. Hal ini juga terjadi di American Idol yang meluluskan Kelly Clarkson (juara musim I, sudah 3 album), Justin Guarani (runner up musim I, 1 album) Ruben Studdard (juara musim II, 3 album), Clay Aiken (runner up musim II, 2 album), Kiberley Locke (juara 3 musim II, 2 album), Fantasia Barrino (juara musim III, 2 album), Carrie Underwood (Juara musim IV, 1 album), Bo Bice (runner up musim IV, 1 album), Taylor Hicks (juara musim V, 1 album), Katherine McPhee (runner up musim V, 1 album), bahkan Chris Daughtry, kontestan 4 besar musim V, bikin album sendiri bareng grup bandnya, Daughtry.

Sekarang AFI sudah mati (mati suri atau mati beneran nggak tahu) karena kesalahannya sendiri yang mengakibatkan kerepotan mengurusi banyaknya artis baru (jebolan AFI) yang harus dimanajeri. Indosiar juga lucu. Belum tuntas mengurusi AFI dengan sekuel-sekuel musimnya, udah bikin KONDANGIN dan AFI Junior. Akibatnya repot ngurusin lulusan yang bertumpuk-tumpuk (yang seakan-akan ditelantarkan oleh pihak Indosiar). Jika ditotal ada 12 orang x 4 musim untuk AFI, 12 orang x 2 musim untuk KONDANGIN dan 12 orang untuk 1 musim AFI junior. Jadi semuanya ada 84 orang yang perlu diperhatikan dan 7 orang juara yang diperhatikan secara khusus. Belum lagi ditambah ajang yang lain seperti MODEL INDONESIA, MISS IMPIAN dan sekarang MAMAMIA, atau bahkan Super Soulmate Show yang cuma buat iseng2 aja.

Oleh karena itu jika tak yakin mau mencetak bakat-bakat baru jangan sering mengumbar janji rekaman dan jangan bikin terlalu banyak ajang kontes-kontesan deh, Kasihan kontestan-kontesannya ....

Sunday, June 10, 2007

Asiknya Bikin Chart Musik (Tangga Lagu)

Sebagai orang yang hobi dengerin musik, aku sangat apresiatif terhadap musik. Setiap hari atau minggu pasti ada beberapa lagu tang 'bertahta di hatiku' dan sering sekali aku senandungkan apalagi klo diputer di radio... Seneng banget rasanya.
Lagu-lagu itu adalah lagu-lagu hit versiku. Tapi tak selamanya lagu-lagu yang 'bertahta di hatiku' itu juga jadi hit di radio-radio (Aku sekarang bukan televisi mania, aku lebih sering denger lagu / muski dari radio, karena televisi selalu terlambat masukin lagu sebagai lagu hit : mesti nunggu videoklipya dulu)
Karena itulah dan juga rasa ketidak puaanku terhadap kedudukan lagu-lagu yg kusukai itu di chart-chart radio, aku mulai bikin chart yang aku tulis di buku khusus chart. Aku udah memulainya dari Juli tahun 2000 sampai sekarang (meskipun tahum 2005 pernah vakum setahun).
Chart pertama yg aku bikin hanya 5 besar lagu pilihan, aku beri nama BIG FIVE. Terus pada Oktober 2000 dikembangin menjadi 10 besar dan diberi nama GRAND DIX (Bhs. perancisnya Big Ten). Lalu setahun kemudian (Oktober 2001) aku kembangin lagi menjadi 20 besar, dan namanya TWENTOP, yang pada Januari 2002 aku melakukan penataan ulang.
TWENTOP bertahan 2 tahun sampai Januari 2004 aku kembangin lagi menjadi 30 besar, dan namanya berubah menjadi XXX (Triple-X, angka Romawi untuk 30), yang hanya berusia setahun saja. Pada akhir 2004 aku mulai merasakan kejenuhan menyusun chartku. Llu aku putuskan break sementara atau selam-lamanya.
Akhir tahun 2005 mulai bangkit rasa kangenku bikin chart, lalu awal 2006 aku bikin chart lagi, untuk sementara 10 besar saja dulu, dan diberi nama PULSA (singkatan dari Sepuluh Besar) LOKAL dan INTERNASIONAL . Dan pertengahan 2006 aku kembangin lagi menjadi 15 besar secara bertahap : yang pertama PULSA LOKAL (sekitar bulan April), menyusul kemudian PULSA INTERNASIONAL sekitar bulan Juni. Namanyapun diganti menjadi AMPLAS (Ajang Musik Pribumi Lima Belas) dan AMBLAS (Ajang Musik Barat Lima Belas).
Dari pengalamanku bikin chart aku menikmati keuntungan :
1. Aku bisa tahu dan mengenal banyak lagu dari berbagai jenis musik
2. Apresiasi seniku semakin terasah
3. Dan yg paling asik adalah aku bisa mendokumentasikan lagu-lagu kesukaanku. Aku bisa tahu dan bernostalgia lagu apa yg jd jawara di chartku 1 tahun, 2 tahun, atau 5 tahun yang lalu. Dan mungkin klo aku udah tua nanti, aku juga bisa ingat lagu2 apa yg jadi kesukaanku ketika aku masih muda. He3x!!!!


Compiling Chart is a good hobby too... jd jika kamu hobi denger musik, lengkapilah itu dengan bikin chart versimu sendiri.....

Radio dan Diskriminasi 'Musik Gurem'


Musik gurem adalah sebutan bagi musik yang dirasakan kampungan, ndeso, norak, wagu atau katrok bagi beberapa komunitas sehingga mereka tidak mau mendengarkannya , manyanyikannya atau memainkannya. Beberapa stasiun radio telah melakukan pemilahan terhadap musik/ lagu yang masuk untuk dikumandangkan kepada publik pendengarnya. Radio-radio itu memang sengaja tidak memutar lagu beberapa artis yang dianggap oleh mereka gurem dan kacangan baik request oleh pendengarnya maupun tidak, dan masuk daftar balcklist.


Contohnya aja ada sebuah (atau mungkin beberapa) stasiun radio Semarang yang kayaknya anti banget sama yang namanya RADJA, ST 12 dan KANGEN BAND yang lagi naik daun saat ini sebagai band baru di mata masyarakat lewat video klip yang sering nongol di MTV atau penampilan panggung mereka di teve2 lain. Penyiar2nya terang2an menghina dan merendahkan mereka, menganggap mereka grup musik kampungan yang tidak layak jual, dengan tanpang pas2an dan aliran yg sedikit berkiblat ke slow rock malaysia dan mengagitasi pendengar supaya tidak menyukai mereka ..... Akibatnya lagu2 mereka tidak pernah diputar. Jika pernah diputer satu kalipun sebagai bahan olok2an saja.

TRAGIS...............


Seharusnya sebagai radio harus menampung dan memutarkan semua lagu yang sedang nge-hits dan tidak melakukan diskriminasi terhadap artis2 tertentu (meskipun ternyata musik mereka memang benar2 gurem) sesuai dengan format segmentasi radionya (misalnya : radio dangdut tidak mungkin memutarkan lagu2 pop). Dan tidak selayaknya sebuah radio mengolok2 dan menghina artis penyanyi dari negerinya sendiri.
Berbeda dari radio, televisi justru menjadi sarana untuk mendongkrak band-band (yang dirasa) gurem di radio itu. Banyak program musik panggung dan infotainment yang menampilkan band-band itu. MTV pun sering memutarkan video klip mereka. Sebaliknya, artis-artis yang ngetop di radio jarang nampil di televisi (Misalnya : TANGGA, NUMATA, DYGTA, TOMPI, dll). Akibatnya 'artis2 gurem' itu punya banyak fans (sebagian besar pasti mengenal mereka dari layar televisi).
Kenapa bisa begini ya?

Ya, apa mau dikata. Dunia memang adil. Tidak bisa nongol di sini malah bisa nongol di sana, tidak punya penggemar di sini malah punya penggemar di sana.....